Klarifikasi RT 04/03 Sukajaya, Jonggol: Kwitansi Pembayaran PBB Disalahartikan Biaya Sertifikat (PTSL)

SGI-NEWS.COM – Polemik mencuat di Desa Sukajaya, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, terkait sebuah kwitansi yang awalnya dibuat untuk pembayaran balik nama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lahan. Kwitansi itu belakangan justru disalahartikan sebagai bukti pembayaran biaya sertifikat tanah melalui program PTSL, sehingga menimbulkan fitnah terhadap Ketua RT 04/03.

Kasus bermula saat seorang warga bernama Hobar kedatangan dua orang, yakni Bakti dan Kamal, yang sedang mengurus proses balik nama PBB. Dari pertemuan itu kemudian muncul kwitansi pembayaran yang mencantumkan nama Ketua RT.

Namun, Hobar menegaskan bahwa kwitansi tersebut bukan untuk biaya sertifikat, melainkan murni untuk keperluan pajak.

“Itu untuk biaya balik nama PBB dan pajak, bukan sertifikat. Saya pegang surat pernyataan dari pemilik lahan, Pak Bakti,” jelasnya.

Ia menambahkan, kwitansi itu bukan dibuat olehnya, melainkan oleh saudaranya yang kurang memahami prosedur administrasi.

“Saat ditandatangani, saya tidak baca lagi karena yang buat saudara saya. Dan memang saya orang kampung, jadi kurang teliti,” ungkap Hobar.

Kesalahpahaman semakin membesar ketika kwitansi itu kemudian dikaitkan dengan pengurusan sertifikat tanah lewat program PTSL. Padahal, menurut Hobar, hal tersebut tidak masuk akal.

“Tulisan sertifikat itu bukan dari saya dan tidak diakui oleh Ketua RT. Tidak mungkin PTSL dipungut biaya sebesar itu, apalagi sampai berkwitansi,” tegasnya.

Ironisnya, nama Ketua RT 04/03 tercantum dalam kwitansi tersebut tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Ketua RT menegaskan dirinya tidak pernah membuat atau mengeluarkan kwitansi itu.

“Nama saya dicatut tanpa izin. Saya merasa difitnah, padahal tidak tahu-menahu soal kwitansi itu,” ujarnya.

Kamal, salah satu pihak yang disebut dalam kejadian itu, juga mengaku tidak percaya dengan isi kwitansi tersebut. Hal ini membuat persoalan semakin jadi sorotan warga.

Dalam klarifikasinya, Ketua RT menegaskan bahwa dirinya hanya ingin melayani masyarakat dengan transparan. Ia berharap masyarakat tidak terprovokasi oleh isu yang berkembang dan bisa memahami duduk perkara yang sebenarnya.

Sementara itu, Hobar yang merasa menjadi pihak paling dirugikan mengaku menyesal dan berharap kejadian ini menjadi pelajaran bersama.

“Semoga warga ke depan lebih teliti dan cermat dalam urusan administrasi, supaya hal seperti ini tidak terulang,” pungkasnya.(RUDI)

Tinggalkan komentar